Minggu, 01 April 2012

Contoh kasus tentang pendewasaan penuh dan pembatalan perkawinan


PERTANYAAN
1.       Contoh pendewasaan penuh dalam lingkup hokum perdata (bentuk artikel  + solusi)
2.       Conoh kasus pembatalan perkawinan (bentuk artikel + solusi)

JAWABAN

1.
Contoh
akibat yang mungkin akan di timbulkan pras yang berumur  18 tahun membuat suatu perjanjian, maka perlu adanya suatu perantaraan atau diwakili oleh orang tuanya atau oleh walinya, kalau tidak maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Pembatalan tersebut dapat juga dilakukan oleh jaksa, sehingga didalam menentukan batas usia dewasa apakah 18 tahun atau 21 tahun.



Saran
Untuk mengatasi segala persoalan mengenai batas umur kedewasaan seseorang maka perlu dibentuk suatu peraturan baru yang secara tegas menentukan batas-batas kedewasaan seseorang yang akan berlaku secara Nasional, maka diharapkan akan mengakhiri keanekaragaman pendapat tentang masalah ini, peraturan tersebut akan mencerminkan kesesuaian dalam keseluruhan sistem hukum kita.

2.
PEMBATALAN PERKAWINAN

Lia adalah seorang ibu rumah tangga dengan 2 (dua) orang anak laki-laki. Lia menikah dengan suaminya sejak tahun 2005. Suaminya adalah seorang wiraswasta di bidang jasa yang setiap bulan harus ke Kalimantan. Permasalahan kemudian muncul ketika suaminya harus berangkat kerja ke Kalimantan untuk jangka waktu satu bulan. Selama sebulan berada disana, suaminya berkenalan dengan seorang wanita. Perkenalan itu kemudian berlanjut hingga akhirnya pada tanggal 5 Mei 2009, suaminya menikahi wanita tersebut tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan dari Lia selaku isterinya yang sah.

Lia baru mengetahui suaminya telah menikah adalah berdasarkan pengakuan suaminya yang  mengatakan bahwa dia telah menikahi wanita tersebut di Kalimantan. Hal itu diperkuat lagi dengan Surat Keterangan Rt/Rw yang menerangkan bahwa suaminya sudah menikahi wanita tersebut. Kemudian pada bulan Oktober 2009, Lia diperkenalkan pada wanita tersebut. Dan Lia sangat terpukul dengan keadaan tersebut karena sejak menikahi wanita tersebut, perhatian suami terhadap Lia dan anak-anak menjadi berkurang.

PERTANYAAN
 apakah pernikahan antara suami Lia dengan wanita tersebut dapat dibatalkan?


JAWABAN
Pada dasarnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai satu orang isteri. Namun, Hukum Perkawinan juga membuka peluang untuk seorang suami memiliki isteri lebih dari satu orang. Tetapi tentu saja setelah mendapat izin dari Pengadilan dan telah memenuhi beberapa syarat.
Apabila seorang suami ingin menikah lagi, maka dia harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan mengenai maksudnya tersebut. Hal ini sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Pengadilan yang menerima permohonan tersebut hanya akan memberikan izin untuk  menikah lagi kepada seorang suami apabila suami tersebut telah memenuhi beberapa ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan yang lebih lengkapnya berbunyi:
Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Seorang suami yang hendak menikah juga harus mendapatkan persetujuan isterinya terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) point a. Selain syarat-syarat diatas, perkawinan tersebut juga harus dicatat di kantor pegawai pencatat perkawinan.

Pernikahan antara suami ibu dengan wanita tersebut dapat diminta pembatalannya dengan cara mengajukan Permohonan pembatalan perkawinan kepada Pengadilan dengan dasar bahwa para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Sebagai isteri yang sah dari suami Ibu tersebut, maka Ibu memiliki hak untuk mengajukan pembatalan yang dimaksud. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa:

Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu :
a.    Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri;
b.    Suami atau isteri;
c.    Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
d.    Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ibu berhak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan antara suami Ibu dengan wanita tersebut.

Demikian penjelasan dari saya